Thursday, September 13, 2012

Majalaya


Pernah denger Majalaya ? buat para sepuh yang tinggal di kota Bandung pasti tidak mungkin tidak tahu dan pasti mengenal dengan baik nama tersebut. Bagaimana tidak………..Pada era tahun “30 – 80’an Majalaya dikenal sebagai kota industry tekstil Indonesia. Majalaya saat itu tumbuh bagaikan sebuah kota mandiri dengan pertumbuhan perekonomian yang tinggi dimana mata pencaharian penduduknya terbagi  kedalam 2 bagian, menjadi pekerja tekstil dan menjadi petani. Padahal pada saat itu, pertanian masih mendominasi mata pencaharian penduduk di wilayah Indonesia. 

Banyaknya pabrik-pabrik tekstil itu memunculkan para juragan tekstil yang (kembali) menjadi “legend”  buat para sepuh-sepuh yang tinggal di kawasan Bandung Selatan. H. Ondjo, H. Syukur, H. Gani, H. Hasan merupakan salah empat dari pada juragan yang penulis tahu akan keberadaannya. Padahal mungkin jumlah juragannya bisa mencapai belasan orang.  Pada umumnya, para juragan itu memiliki rumah di sepanjang kali Citarum yang memang mengalir di tengah –tengah kota. Sehinggal kalau ingin melihat sisa-sisa kejayaan dari para juragan ini, maka lihatlah rumah-rumah gedong yang berada di jalan laswi Majalaya. 

Pada umumnya para juragan tersebut menyekolahkan anak-anaknya di kota Bandung, di SMP atau SMA Pasundan di Alun-alun/kebon kalapa. Menurut cerita salah seorang anak dari para juragan itu.  “ kami dulu dibelikan  rumah di Bandung untuk tempat tinggal karena kebanyakan dari kami bersekolah di Pasundan. Kami diantar jemput ke sekolah menggunakan mobil mercy. Dan setiap weekend pulang ke Majalaya.”   Bagi penduduk yang tinggal di antara kota Bandung dan Majalaya, yaitu Dayeuh Kolot dan Ciparay, melihat mobil mewah yang melintasi jalan raya sudah tidak aneh lagi, karena memang saat itu jalan raya yang digunakan hanya satu dan mobil-mobil para juragan tekstil selalu berlalu lalang mengantarkan juragannya berbisnis ke kota bandung. 

Tapi sekarang……Majalaya tidak ubahnya bagaikan kota terkutuk. Padahal pada masa kejayaannya, Kota Dollar adalah sebutan buat Malalaya karena mampu mengekspor tektil berbagai belahan Negara di dunia.  Kemewahan kota saat ini tidak bersisa. Rumah-rumah gedong yang kosong, itulah sisa kejayaan yang masih bisa kita lihat sekarang. Alun-alun nya tampak sangat semrawut oleh para pedagang kaki lima yang berjualan seenaknya. Kretek/delman membuahkan polusi udara akibat kotorannya yang bersebaran di jalan-jalan. Padatnya penduduk dituding menjadi penyebabnya. Dan Banjir besar setiap tahun akibat luapan Sungai Citarum membuat Majalaya sempurna menjadi kota tak berdaya.
Lalu, kenapa masih banyak orang yang tinggal di sana ? apakah yang menjadi magnet bagi orang – orang tersebut ? apakah faktor sejarah ? atau orang-orang tersebut terjebak tinggal disana ? biarkanlah “the Majalayans” sendiri yang harus menjawab pertanyaan itu semua.

3  September 2012

No comments:

Post a Comment