Tuesday, September 18, 2012

GEMURUH LAIN



Ada gemuruh lain dalam dada, saat melihat seorang lelaki paruh baya beserta istrinya berjalan memasuki mobilnya, sebuah isuzu panther warna gelap. Dua orang tersebut dilihat dari raut wajahnya sangat gembira. Kedamaian terpancar dari pandangannya dan nampak suatu semangat hidup yang luar biasa.
Raga dan rasa kemudian terkenang kembali ke kurun waktu tahun ’93. Kala itu, sesaat sebelum adzan subuh berkumandang, seorang perempuan duduk diatas sajadah merah, selesai shalat tahajud nampaknya. Matanya sembab, nampak habis berurai air mata, entah kenapa.  Tapi dari wajahnya, bisa dikira-kira kalau perempuan itu habis menangis bukan karena kesedihan, tapi menangis mengucap syukur atas apa yang telah Allah karuniakan kepadanya.
Benar saja, perempuan itu berkata : “Nak, alhamdulillaah, tahun ini ibu akan memenuhi rukun Islam ke 5, melaksanakan sunah rasulmu, melaksanakan kewajiban buat umat muslim yang mampu, ibu akan berhaji. Seseorang yang berbaik hati, telah ikhlas melunasi ongkos naik haji ibu dan bapakmu”. Mendengar perkataan itu, sang anak tak hentinya mengucapkan rasa syukur, ikut berbahagia karena orang tuanya akan pergi haji. Meski mungkin belum mengerti secara utuh makna pergi haji, tapi melihat kebahagiaan Ibunya, Sang Anak turut senang mendengar kabar itu.
Pergi beribadah ke tanah suci buat kebanyakan orang adalah sebuah cita-cita yang sangat tinggi, melebihi dari apapun di dunia ini. Dan buat orang-orang seperti itu, biasanya memiliki keyakinan bahwa Allah swt akan memberikan kemudahan dalam mendapatkan rezekinya ataupun memberikan cara lain mengundang umatnya untuk dijamu di Masjidil Haram. dan kalau kita membaca buku, begitu banyak kisah kisah keajaiban tentang “sasakala” seseorang bisa pergi ibadah haji.
Diri ini mencoba menyelami keyakinan akan keajaiban naik haji, terlepas dari pertolongan Allah dalam memberi rezeki, namun yang lebih dahsyat itu sepertinya karunia Allah swt yang telah memberikan hidayah dan memberikan ketetapan hati dalam diri hambanya untuk terus ikhtiar dan istiqomah dalam berniat melaksanakan ibadah haji. Kalaupun kita harus memilih derajat syukur kepada Allah, tidak salah jika kita harus lebih bersyukur karena karunia ke tauhid an kepada diri ini dibandingkan nikmat-nikmat Allah yang lain yang tidak terhitung banyaknya.
Tak disangka, kejadian 19 tahun yang lalu itu, seakan akan terulang melihat pasangan ibu bapak yang  memasuki mobil panther warna gelap tadi.  Masih dalam keadaan ber ihram, selesai bermanasik,  mereka tidak peduli dengan pandangan orang-orang yang (mungkin) iri akan “undangan“ Allah yang telah mereka terima, yang pasti aura kebahagiaan mereka  itu terpancar memenjar oleh sinar matahari pagi di kawasan mesjid Istiqomah.
Sementara, seorang Bela yang sedang mengayuh sepeda putihnya menuju tempatnya bekerja, seketika memberhentikan laju sepedanya. Teringat peristiwa 19 tahun yang lalu. Namun dengan satu rasa yang berbeda dan satu pertanyaan yang kepada dirinya sendiri;  “Kapan Saya akan Berhaji ?” Kapan saya bisa bersujud, mengucap syukur dan mengucap tobat di Tanah Haram Mu ?”
Izin kah saya beribadah ke Masjidil Haram Mu Ya Allaah..........Amiinnn
11 September 2012

No comments:

Post a Comment