Monday, October 29, 2012

Bela dan Bella !

Jangan pernah menyalahkan kata dari yang mulut anda keluarkan dan bahasa dari yang lidah anda suarakan. Karena pada dasarnya bahasa yang kita gunakan adalah suatu konfigurasi antara lidah dan mulut. Entah apa yang salah, kenapa orang Sunda begitu susah menyebut huruf 'F" dan "V" dengan baik dalam percakapan, dan juga orang suku batak hanya bisa berucap huruf "e" seperti e dengan accent taigu dalam bahasanya Zinedine Zidane.
Satu hal yang selalu saya ceritakan ke setiap orang adalah pengalaman berada dalam 2 organisasi yang hanya berbeda huruf awal, tapi dengan objek yang sama, lalu kedua organisasi itu dapat berjalan beriringan tanpa memperdulikan perbedaan. Objek organisasi itu adalah antara kata Perancis dan Prancis. Tahun 1999,  ketika pertama kali menginjakan kaki di Fakultas Sastra, hati langsung tergelak, menahan senyum terkulum manakala melihat di salah satu ruangan  himpunan mahasiswa, disana tertulis : HIMAPRA, Himpunan Mahasiswa (Bahasa) Prancis dan HIMAPER,  Himpunan Mahasiswa (Sastra) Perancis wkwkwkwk, sangat kreatif. Lalu kemudian, karena saya masuk di sastra Perancis, maka saya masuk menjadi anggota HIMAPER, bukan HIMAPRA. Tapi selama beraktivitas di situ, belum pernah ada sekalipun orang - orang mempermasalahkan hal ini, bahkan mahasiswa sastra Indonesia sekalipun, tidak pernah saya dengar membahas perbedaan Perancis dan Prancis, apa mungkin memang tidak peduli atau memang kata Perancis dan Prancis, dapat digunakan dua-duanya. Moga dugaan saya yang terakhir yang benar.
Coba juga perhatikan tajwidz yang dulu kita pernah pelajari saat masih kecil, saat memulai belajar mengaji. Guru mengaji mengajarkan satu rumus, yaitu iqlab, dimana apabila ada huruf nun mati bertemu dengan huruf "ba", maka nun tersebut berubah menjadi huruf "m", misalnya "min ba'di, maka dibacanya adalah "mim ba'di". Namun ternyata, kalau kita perhatikan dalam bahasa percakapan sehari-hari, khususnya dalam bahasa sunda, terdapat suatu kebiasaan dimana sebuah suku kata yang dimulai m, biasanya jadi diikuti oleh huruf "B". Saya ambil contoh, "samoja" menjadi "samboja"; "selimut" menjadi "selimbut", ada juga contoh2 kata-kata lain, coba anda cari sendiri hihihi.......... Sedangkan buat para ustad, coba anda perhatikan, jika mereka mengucapkan kata yang ada huruf P, pasti akan terdengar seakan-akan mereka berkata dengan huruf "F", hal ini (mungkin) karena dalam bahasa arab tidak ada kata dengan huruf "P", tapi yang ada adalah dengan "f". Hal ini yang saya sering dengar saat Pa Nana, guru ngaji saya, menasihati agar "tidak lufa sholat lima waktu" (menggunakan huruf "f" pada kata "lupa") hihihi. 
Lalu, coba anda suatu waktu datang mengunjungi salah satu sekolah dasar di kota-kota di Jawa Barat pada hari Senin Pagi, disaat mereka sedang melaksanakan upacara bendera. Jangan anda terheran-heran, jika anda tidak mendengar lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan pada saat pengibaran bendera. Tapi yang akan anda dengar adalah lagu "Endonesia Raya" dengan huruf 'E".
Gak adil lah bagi kita untuk mempermasalahkan kebiasaan berbahasa dengan bagaimana seharusnya kita berbahasa. Tapi satu hal yang harus dipahami, satu huruf yang berbeda, dapat memberi arti yang berbeda. Wajarlah jika "Aqua" protes terhadap produsen air mineral yang ber merk "Agua", dan produsen celana jeans "Levi's Strauss" berang menemukan sebuah celana jeans dengan brand "Lepis" hihihi. 
Jadi wajarlah jika seorang Bela kemudian sering protes jika ada seorang kawan menulis namanya dengan huruf double L, menjadi "Bella", bukan gimana gimana, tapi rasanya tidak pantas, jika seorang manusia bernama "Bella" tapi ternyata brewokan dan berjanggut. 

29 Oktober 2012




No comments:

Post a Comment