Friday, October 5, 2012

Permukiman Menawan di Selatan Kota Bandung



Boleh saya bercerita tentang suatu permukiman yang menawan, di selatan kota Bandung. Jujur, saya tidak tahu berapa luasnya daerah ini, hanya saja dalam pandangan saya pada tahun ’90 – ’97 an, daerah ini sangat sudah tertata dengan rapih. Betapa tidak, jalan arteri sekunder dan kolektor primer begitu tertata dengan baik  dan mempunyai lebar jalan yang besar sehingga dapat menyokong fungsi jalan arteri primer yang  memang menjadi jalur penghubung dari kota Bandung ke kota-kota satelit di sekelilingnya.
Bicara fasilitas, ini yang semakin kagum, di permukiman terdapat beberapa kantor pemerintahan yang besar, sebut saja, kantor pengadilan negeri, kejaksaan negeri dan kantor departemen agama, serta ada juga kantor PLN yang berdiri megah disana.  Kemudian sarana pendidikan, lengkap semuanya, dimulai dari sebuah taman kanak-kanak sampai Universitas ada disitu. Jangan lupa, sekolah luar biasa pun ada disana. Adanya Mesjid Agung dan pesantren nya  menjadikan suatu nilai plus bagi sebuah permukiman. Selain itu, fasilitas sebuah Rumah Sakit Umum dan Pasar tradisional yang representative menjadi magnet buat penduduk yang tinggal berdekatan untuk hilir mudik beraktivitas di permukiman itu. Ruang terbuka hijau begitu dominan disana dan berhasil menambah nilai keasriannya.
Tahun 90’an, hanya ada 4 kompleks besar yang terdapat dalam permukiman tersebut, diantaranya adalah kompleks wartawan dan kompleks TNI AD. Sedangkan sisanya adalah perumahan umum dengan penataan rumah yang sangat tertata rapih dan penduduk yang tidak begitu padat. Aktivitas penduduk utama nya adalah sudah variatif, tidak melulu bekerja sebagai  petani, justru kebanyakan adalah para pekerja pemerintahan, swasta dan pelaku usaha kecil.
Dengan segala sarana dan prasarana seperti itu, kiranya wajar kalau disebut sebuah permukiman ideal  untuk ditinggali dan membesarkan keluarga di daerah tersebut.
Namun dibalik segala semua itu, di batas ujung utara terdapat sebuah aliran sungai Citarum yang mengalir dari arah selatan mengalir terus ke arah barat daya. Sejatinya aliran sungai ini menambah keindahan permukiman itu, tapi yang terjadi justru kebalikannya. Sungai itu menjadi titik penghancur keindahan permukiman tersebut, hal ini karena daerah aliran sungainya sangat berkelok dan adanya erosi dari hulu menyebabkan sungai tersebut menjadi dangkal. Banjir sangat besar pernah terjadi pada tahun 1985, sungai Citarum meluap, dan menutupi  hampir 95 persen pemukiman tersebut. Banjir itu melumpuhkan daerah Bandung Selatan, termasuk permukiman itu didalamnya.
Banjir itu tampaknya menjadi suatu titik henti pertumbuhan permukiman tersebut. Sehingga pada kurun tahun 90’an seperti yang digambarkan di awal tulisan ini, ternyata permukiman itu sedang berada dalam stagnasi pembangunan yang justru menjadi berkah tersendiri buat penduduk yang tinggal disana. Kompleks perumahan tidak tumbuh dengan cepat. Sawah-sawah belum berubah fungsi. Jalan arteri sekunder dan kolektor masih bisa dilalui dengan nyaman oleh para pejalan kaki dan juga merupakan “arena” yang nyaman buat bersepeda di pagi dan sore hari, atau buat jogging dan berolahraga lainnya. Lalu bagaimana situasi nya sekarang ? ah, jengah rasanya saya untuk menceritakannya. Yang pasti, sudah tidak se-asri dulu, tidak seindah dulu dan tidak senyaman dulu. Hanya tinggal sedikit tersisa ke"endah"an dari permukiman itu. Btw, sebut saja permukiman itu dengan sebutan “Bale Endah”                                 

5 Oktober 2012

No comments:

Post a Comment