AFTER TASTE
Jakarta,
Minggu 14 Agustus 2016 Pukul 06.00
“Para penumpang Garuda Indonesia dengan
nomor penerbangan GA324 tujuan London agar segera memasuki pesawat melalui Gate
32”
Mendengar panggilan ini semakin
menggoyahkan hati seorang dokter gigi muda, meski sebelumnya, hati nya sudah
begitu bulat untuk pergi ke London, menemui kekasih nya, tapi
sungguh........kaki ini dirasa begitu berat melangkah........Disambarnya satu
gelas kopi panas yang tadi dibelinya. Dia cicipi sedikit, “pahit” kemudian dia
tutup rapat – rapat, dan dibawanya minuman itu ke dalam pesawat. Cita sengaja
tidak menambahkan campuran gula ke dalam kopinya, membiarkan lidahnya mencicipi
rasa kopi yang sesungguhnya, meskipun pasti akan terasa pahit, tapi ada sungguh
itu lebih baik karena ada kesan kejujuran didalamnya, dan Cita sedang
membutuhkan itu di dalam hidupnya, sebuah kejujuran. Jujur terhadap
perasaannya, jujur terhadap hatinya, jujur terhadap lingkungannya,
terutama...........jujur kepada pasangannya. Kemewahan terminal baru hasil
karya anak negeri yang menjadi viral di media sosial, seakan tidak mampu
mengalihkan rasa dan pikiran Dia saat itu.
Barang bawaan dia untuk bepergian
selama 2 minggu, bisa dibilang sangat sedikit. Dia hanya membawa satu koper
kecil yang bisa dimasukan kedalam kabin, dan satu tas ransel terbuat dari kulit
yang nempel dipunggungnya. Tas ransel itu berwarna coklat kopi, terlihat masih
sangat baru. Meski terlihat kecil, tas kulit itu bisa muat banyak, mulai dari
kantong kecil kosmetik, charger, dompet, novel dan makanan ringan kesukaannya,
sementara Koper kecil itu hanya berisi beberapa potong pakaian saja.
“Beb, aku sudah dipanggil
boarding tuh, doain aku ya.......” Cita berkirim pesan via WA ke Billy, kekasihnya di London......
“Ok.....” “nanti pas transit, kabarin
aku ya” Jawab Billy.
Selesai mengirim pesan melalui
WhatsApp, Dia ambil gadget satu lagi, kemudian mengirim pesan singkat melalui
BBM kepada Ibam, “kamu kenapa tidak membalas bbm aku dari kemarin ?” “aku sudah
dipanggil buat boarding……sampai bertemu 2 minggu lagi”
Yang ada hanya tanda ceklist,
tanpa berubah warna……..berarti pesan itu sampai, tapi tidak dibaca.
“mmmmhhh” Cita mengambil nafas
panjang, dadanya terasa sesak. Lalu teringat pertemuan terakhir saat Dia pamit
ke Ibam kalau akan pergi ke London.
Bandung,
Jum’at 12 Agustus 2016
Sore itu, langit Kota Bandung,
begitu cerahnya. Mentari senja begitu hangat menyapa setiap orang Bandung,
tepatnya pukul 17.10, disaat terlihat seorang perempuan muda, cantik, rambut
tergerai dengan bola mata hitam, memakai helm dan kacamata hitam, berjaket
kulit, sedang duduk dibonceng oleh seorang lelaki diatas sepeda motor hitam
keluaran terbaru bergaya klasik. Lelaki itu terlihat sangat dewasa dengan kumis
tipisnya, dengan dandanan seorang motoris, berjaket kulit, berkacamata hitam
dan bersepatu kulit coklat mengkilap. Jam segitu, menurut Cita adalah kondisi
Bandung yang terindah, indah dengan segala permasalahannya. Makanya, melihat
udara bandung sore yang begitu indah, Cita tidak mau melewatkannya begitu saja,
hingga langsung telepon Ibam, untuk berkeliling kota Bandung, menggunakan
motornya. Entah kenapa, berkeliling di kota bandung menggunakan motor di sore
hari, menjadi suatu momen yang tidak pernah mau Dia lewatkan, apalagi hari ini,
menjadi hari terakhir Dia di Kota Bandung sebelum harus pergi ke London.
Untuk acara sore ini, Cita sebetulnya
sudah prepare dengan sangat detail, dimulai dengan meliburkan jadwal praktek
dokter giginya, sudah mandi dari jam 15.30, agar bisa dijemput pada pukul 16.00
oleh Ibam, kemudian yang terakhir ini, yang paling penting, dan terus dia latih
berulang – ulang, yaitu bagaimana caranya agar dia bisa memancing agar Ibam berani
berterus terang untuk mengungkapkan isi hatinya, mengungkapkan perasaannya. Ya
betul, ada suatu kegamangan dalam hati Cita, tentang isi hati Ibam. Kedekatannya
selama 3 bulan ini, masih menyisakan suatu persoalan mendasar, yaitu tentang
status hubungan mereka. Dia sadar betul, penyebab itu semua karena status Cita sendiri
yang memang sudah menjadi “calon istri” dari Billy, teman SMA nya, yang
sekarang sedang mengambil Master di London. Dia dan Billy sudah menjalin
hubungan lebih dari 7 tahun, sejak dari SMA. Selama 7 tahun menjalin hubungan,
tidak pernah terjadi cekcok ataupun pertengkaran yang berarti.
Cita seorang perempuan yang
cantik, baik, pintar dan berhasil menjadi seorang dokter gigi. Begitu pun
Billy, setelah lulus dengan predikat Cumlaude dari sekolah favorit di kota
Bandung, kemudian mengambil kuliah master di Inggris. Raut muka wajah mereka
yang mirip, menjadikan mereka pasangan
yang serasi. Setiap orang yang melihat mereka jalan berdua, pasti akan memuji
keserasian mereka. Hingga kemudian, mereka bertunangan dan berencana untuk menikah
setelah Billy selesai kuliah akhir tahun nanti.
Ibam segera menepikan motornya di
kawasan perbukitan Bandung Utara, mencari spot yang bagus untuk menyaksikan
senja yang meredup di ujung barat Kota Bandung. Cita turun dari motor duluan,
kemudian Ibam pun turun, dan mereka berdua duduk di tepian rumput kering menyaksikan
keindahan alam Kota Bandung. Tidak ada kata terucap dari mereka berdua untuk
beberapa saat sampai kemudian Cici mencoba membuka percakapan “Bam, hari minggu
nanti, aku jadi pergi ke London, aku naik Garuda hari minggu nanti, transit di
Doha Qatar” ucap Cita namun dengan wajah yang masih menatap mentari senja. Melihat
Ibam tidak merespon ucapannya, Cita kemudian berkata lagi, “kamu tidak mencoba
melarang aku pergi ke London ?” Mendengar perkataan Cita, Ibam hanya tersenyum
kecut. Mencoba untuk berkata-kata, namun lidahnya terasa kelu, tidak ada kata
terucap. Hening.
Bandung,
Kamis, 12 Mei 2016 Pukul 12.15
“Cici apa kabar ?”
Cita yang saat itu sedang membawa
nampan makan siang nya terkejut mendengar nada suara itu, dan langsung menoleh
ke samping kanan nya…….nada suara yang sudah lama menghilang dari benak dan
hati nya, seakan muncul kembali dengan membawa sejuta bayangan dari masa lalu.
“Ibam ?....” Ibam dan Cita itu teman yang begitu dekat
saat SMA dulu, 7 tahun yang lalu. Namun pertemanan itu berubah saat Cita
menerima Billi sebagai kekasihnya. Ibam selalu memanggil Cita dengan sebutan
Cici. Dan kemudian, entah kenapa, saat mengetahui Cita menerima Billi sebagai
kekasihnya, Ibam langsung menghindar, dan berubah 180 derajat, selalu
menghindar. Awal-awalnya Cita ga begitu merasa kehilangan Ibam, toh ada sosok
Billi yang selalu hadir di hidupnya, namun ternyata setelah sekian lama sampai
kemudian lulus SMA, Cita mulai merasa kehilangan dan Ibam sudah menghilang entah kemana, hingga
saat ini kemudian hadir bertatap muka di sebuah café, di dekat Rumah Sakit
tempat Cita praktek sebagai dokter gigi.
“Sini…duduk semeja dengan aku,”
ujar Ibam, “Aku sendirian kok, seperti kamu, sendirian juga kan ?” Ibam dengan
raut muka yang begitu tenang, meminta nya duduk semeja, menikmati makan siang
nya.
Cita mencoba tersenyum, lalu
kemudian setelah menyimpan nampannya di meja dan menyimpan dompetnya di kursi,
dengan cepat, dia kemudian menjewer telinga Ibam dengan keras, sambil
berkata…..”kamuuu, enak aja, setelah hampir 10 taun aku cari kemana mana gak
pernah ada, tapi sekarang tiba-tiba muncul di depan wajah aku, tanpa perasaan
bersalah sedikit pun……dasarr, ampuuun enggaaa….. ampuuun enggaaa??? ”
Ibam terkejut, tidak menyangka Cita
bakalan berbuat seperti itu……………”ampuun Ci, ampun Ci……” ujar Ibam dengan muka
cengar cengir dan cengengesan…..”beneran gak akan berbuat kaya gitu lagi ?”
tegas Cici. “berbuat apa Ci ?” Ibam bertanya, pura – pura ga ngerti. “Kamu
pergi ninggalin aku, seperti tujuh tahun yang lalu, pergi begitu saja, tanpa
pamit tanpa permisi”. Ibam tambah cengengesan….”aku janji…janji Ci. Asal
lepasin dulu jeweran di telinga nya, sekarang beneran udah mulai kerasa sakit
tau” Cita ngelepasin jeweran di telinga Ibam yang sudah merah….”aku pegang
janjinya ya” tegas Cici, “sekarang kamu berdiri Ibam…..” pinta Cita. Ibam
kemudian berdiri, dan kemudian dengan cepat, Cici memeluk Ibam…sangat
erat. Mungkin sebuah pelukan rindu yang
mewakili jutaan kata dan rasa yang tidak tersampaikan selama 7 tahun ini. Ibam terdiam…
Setelah itu, Cita memberondong
Ibam dengan berbagai pertanyaan, mulai dari kuliah dimana, kerja dimana,
tinggal dimana dan sejumlah pertanyaan lainnya, Cita seakan mencoba mencari
jawaban selama 7 tahun ini. Ibam
menjawab semua pertanyaan Cita sambil cengengesan merasa senang, berarti salama
7 tahun ini, Cita merasa kehilangan atas dirinya, begitu gumam Ibam dalam hati.
Selesai dengan semua pertanyaanya, Cita kemudian berkata…..”dari tadi aku saja
yang bertanya tentang kamu, kok kamu ga bertanya tentang aku sih ?” Untuk
pertanyaan terakhir ini, Ibam agak lama menjawabnya…kemudian Ibam berkata
”Cici, mencari keberadaan seseorang di era media social begitu banyak saat ini,
tidak lah susah. Aku selama ini selalu tahu, kamu kuliah dimana, kamu liburan
kemana, kapan kamu wisuda, kerja praktek dimana, kapan dan dimana kamu mulai
bekerja, dan kapan kamu pindah kerja” terang Ibam. “ seperti halnya sekarang,
Kamu baru 2 hari ini kan, pindah ke rumah sakit di seberang Café ini”…
Mendengar penjelasan Ibam, Cita menyadari,
jadi selama 7 tahun terakhir ini, (mungkin) Ibam tidak merasa kehilangan
dirinya karena selalu stalking dirinya di medsos.
“Terus kenapa baru sekarang, Kamu
nunjukin diri kamu ?” Tanya Cici
“Hanya memenuhi janji aku saja,
kalau aku ga akan ngobrol dengan kamu lagi sampai 7 tahun lagi. Itu janji aku 7
tahun yang lalu, sehari setelah kamu ulang tahun yang ke 18” terang Ibam dengan
muka yang serius, “kamu ulang tahun yang ke 25 kan, hari kemarin ? aku masih
ingat kok” ucap Ibam ke Cita.
Memang benar, hari kemarin 12
Mei, Cita berulang tahun yang ke 25.
Mendengar jawaban Ibam, Cita yang
sekarang terdiam, lidahnya tidak bisa berkata kata, padahal semakin banyak saja
pertanyaan yang ingin dia utarakan ke Ibam.
Tak lama kemudian, datang pelayan
Café membawa pesanan Ibam. “Mas pesan affogato” Tanya pelayannya. “Betul” jawab
Ibam. Pelayan itu kemudian menyimpan satu gelas kecil kopi espresso dan satu
gelas es krim vanilla di depan Ibam. “selamat menikmati” ucap pelayan itu,
“terima kasih” jawab Ibam. Setelah pelayan itu pergi, kemudian Ibam bertanya ke
Cici…..
“Bagaimana kabar hubungan kamu
dengan Billy ?”
“Baik-baik saja” jawab Cita
“pastinya, kalian akan selalu
baik-baik saja…”jawab Ibam.
“emang kenapa ? kamu kok
menyimpulkan seperti itu ?”
“Ci, kamu dan Billy itu sebuah
pasangan yang sempurna, terlalu sempurna bahkan..””kamu cantik, pintar, pintar
bergaul dan berasal dari orang berada. Begitu pun Billy”. Ucap Ibam dengan mata
penuh keyakinan.
“pernah denger istilah -4 Sehat 5
Sempurna- kan ?” Tanya Ibam..”iya lah” jawab Cici. “ungkapan itu berlaku buat
anak kecil saja Ci, atau maksimum buat anak-anak SMA lah. Istilah itu sepertnya
tidak berlaku lagi buat orang – orang dengan seumuran kita ini”jelas Ibam.
“Maksudnya gimana Bam ?”
“Kamu tahu, minuman apa yang
menyempurnakan kata -4 sehat- tadi ?”
“susu” Jawab Cici
“Nah, pertanyaan nya sekarang,
kenapa harus susu, bukan Kopi? ” Tanya Ibam. Cita tersenyum mendapatkan
pertanyaan sederhana dari Ibam tersebut.
Ingin menjawab, tapi terus membiarkan Ibam bicara........”Dulu aku
melihatmu sebagai sosok yang sudah sempurna sebagai perempuan, kehadiran Billy
semakin menyempurnakannya, seperti ungkapan tadi, 4 sehat 5 sempurna”.
“Kamu sudah memiliki 4 sehatnya,
dan Billy itu bagaikan minuman susu yang menyempurnakan hidupmu. Sedangkan aku,
dengan segala kekuranganku, aku mengibaratkan diriku saat itu, bagaikan kopi, yang
mungkin tidak akan menyempurnakan dirimu. Kalaupun saat itu aku paksa untuk
memasuki hidupmu, sudah pasti kamu tidak akan memilih diriku”. Cita terhenyak
mendengar ucapan dari Ibam tersebut.
“Seperti affogato yang aku pesan sekarang ini Ci...., kamu pernah
mencoba nya ?” Cita menggeleng. Kemudian Ibam mengambil satu gelas yang berisi
espresso hangat, dengan pelan espresso tersebut dituangkan ke dalam gelas lain
yang berisi es krim vanilla. Espresso itu merembes ke dalam es krim, meski
perlahan, es krim itu lama – lama bercampur dengan rasa kopi espresso yang
khas. Hangatnya espresso sukses bercampur dengan dinginnya es krim, menjadi
sebuah padanan rasa yang luar biasa. “Coba deh Ci.....minumnya pake sendok
kecil, nikmati sensasi after taste di
lidahmu, jangan langsung ditelan...” pint Ibam. Tanpa menunggu waktu, Cita langsung
menyambar sendok kecil....dan setelah mengambil affogato dengan seukuran
setengah sendok kecil, Cita mencoba mempraktekan apa yang Ibam jelaskan
barusan.....”gilaaa, aku baru merasakan sensasi seperti ini Ibam...” teriak Cita.
Tanpa diminta lagi, Cita kemudian menyuap lagi affogato nya, tapi kali ini
penuh ukuran satu sendok kecil “luar biasa..enak banget ini” ucap Cita. Ibam
tersenyum melihat reaksi Cita
Setelah itu, obrolan kembali
berlanjut hingga hampir pukul 14.00, sampai akhirnya Cita pamit karena harus
kembali ke Rumah Sakit tempatnya bekerja, tapi sebelum pamit, Ibam kemudian
memberikan kartu nama sembari bilang, “Cici, ini kartu nama aku, disitu ada no
hp dan email, kapanpun kamu mau, jam
berapa pun kamu butuh aku, tinggal cari aku...aku pasti ada buat kamu. Kamu ga
perlu ngasih tau no hp kamu, toh aku sudah tau dari dulu no hp kamu” Ibam
mengucapkan nya dengan tatapan mata yang tajam dan suara nya yang berat. Cita
tidak menjawab, hanya mengangguk kecil, kemudian berjalan terburu – buru menuju
kantornya.
Doha,
Qatar, 14 Agustus 2016 Pukul 16.00
Cita keluar dari pesawat, dengan
hati yang masih gundah. Perjalanan yang biasanya menyenangkan, terasa berbeda
kali ini. Perjalanan terasa sangat lama, film-film yang tersaji di kursi
pesawat, tidak mampu mengubah mood Cita. Penyebab nya hanya satu. Ya, karena
dia kehilangan kontak lagi dengan Ibam dari hari kemarin. Dia sudah coba
telefon, tapi tidak aktif. Dia coba WhatsApp, juga tidak dibacanya. Upaya dia
pada hari jum’at lalu, untuk mengetahui perasaan Ibam, tidak membuahkan hasil.
Selama perjalanannya itu, Cita sudah mencoba jujur kepada dirinya sendiri,
sudah mencoba jujur kepada hatinya sendiri. Ya, ternyata masih ada ruang di
hatinya untuk menerima seorang Ibam
dalam hidupnya.
Setibanya di salah satu Cafe
Bandara Doha, Cita menyalakan HP nya, dan langsung terdengar suara bersautan
notifikasi medsos yang masuk ke gadget nya. Cita mencoba membuka satu persatu, medsos
nya, tidak ada yang satupun ingin dia balas. Setengah malas, dia membuka-buka
buku menu makanan dan minuman di cafe itu. Kemudian seorang pelayan berwajah timur tengah
mendekat, dan Cita berkata dalam bahasa inggris “give me affogato please”...”ok
Miss” jawab pelayan itu dengan ramah.
Ah, affogato itu menjadi
penyebabnya. Menu pertemuan pertama Cita dengan Ibam setelah 7 tahun tidak
pernah bertemu seakan selalu lekat di lidahnya. Kenapa tidak, setelah pertemuan
pertama itu, setibanya di kantor, ada pesan masuk ke hp nya, “terima kasih Cita,
sudah meluangkan waktunya. Jangan lupakan sensasi dari affogato ya.....rasakan after taste di lidah yang luar biasa”. Itu pesan melalui WhatsApp pertama kali nya
yang masuk dari Ibam setelah menghilang selama 7 tahun. Setelah pesan pertama
itu, selanjutnya mereka tidak pernah berhenti untuk berbagi kabar dan cerita
satu sama lain, hampir tiap hari salama 3 (tiga) bulan terakhir ini.
Kembali Cita melihat HP nya,
kemudian mengirimkan pesan terakhir ke Ibam...”seandainya pada hari Jum’at lalu
kamu melarang aku pergi ke London, aku ga akan pergi ke London, Ibam. Selama 3
(tiga bulan kita bersama – sama, akhirnya aku bisa tahu jawaban dari 2 hal yang
sempat kamu tanyakan dulu, pertama, kenapa ungkapan “4 sehat 5 sempurna” tidak
cocok untuk orang dengan se usia kita, kedua, kenapa harus minuman susu yang
menyempurnakannya. Secara tidak langsung, kamu mencoba memberi jawaban dari
pertanyaan mu dulu dengan rasa affogato yang kamu tawarkan padaku dulu. Tidak
selamanya, rasa dari kopi itu pahit, karena setelah bercampur dengan es krim, rasa
pahit itu bisa berubah dengan seketika, menjadi rasa baru yang membuat kesan
tak terkira di lidah. Begitu pun, interaksi dari kita selama 3 bulan terakhir
ini. Jujur, buatku bagaikan menikmati affogato, dan after taste nya baru aku rasakan saat ini, baru aku rasakan saat
ini, tapi di hatiku, bukan di lidah seperti biasanya. Hatiku sudah terlalu lama
tidak merasakan sensasi ini. Hatika sudah terlalu lama tidak merasakan gelora
dari rasa ini. Seandainya kamu tahu, aku ingin kita menjadi affogato, dimana
kamu boleh memilih menjadi kopi atau es krim vanilla nya. Ah, maaf ibam, aku
terlalu larut akan perasaan ku. Tapi setidaknya, aku lega sekarang karena aku
telah jujur dengan hatiku, telah jujur dengan perasaanku. Aku pamit Ibam.....”
setelah itu, tanpa pikir panjang, Cita mengirimkan pesannya ke Ibam, tanpa
terasa, ada setitik airmata jatuh di pipi Cita.
Tak lama kemudian, terdengar
suara dari HP, notifikasi dari WA nya. Jantung Cita berdegap, karena itu pesan
balasan dari Ibam. “Maaf Cici, aku baru bisa balas sekarang. Kemarin seharian
aku berada di pesawat. Aku saat ini sudah sampai duluan di London. Terima kasih
atas kejujuran mu. Sebenarnya, Aku sudah mencoba untuk bisa berkomunikasi
dengan mu sejak 7 tahun yang lalu, setelah sekian lama mencoba, akhirnya Billy baru
mengizinkan nya tepat 3 bulan yang lalu. Aku menghormati Dia, karena walau
bagaimana pun, Billy juga adalah sahabat ku dari kecil. Aku sudah bicara
baik-baik dengan Billy, Aku menginginkan mu menjadi pendampingku. Sekarang
tinggal menunggu keputusan mu, apakah mau menyempurnakannya dengan segelas susu
atau dengan segelas affogato, mau terus bersama Billy atau mau memilihku. Sampai
bertemu di London, Cici”
Cita terdiam.
==== II =====
Abatabee, 22 Agustus 2016